Tulang Bawang - Irawan TH.SH., Ketua DPP Barisan Anti Korupsi (Barak NKRI), mengungkapkan keprihatinannya terkait dugaan pelanggaran distribusi Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi di SPBU 24.341.70 di wilayah Lintas Timur Kibang, Kecamatan Menggala Timur, Kabupaten Tulang Bawang, Provinsi Lampung.
Irawan mendesak Aparat Penegak Hukum (APH) di Kabupaten Tulang Bawang, khususnya Polres Tulang Bawang (Tipidter), untuk menindak tegas dugaan keterlibatan oknum SPBU dan oknum wartawan dalam memfasilitasi aktivitas pelangsir BBM subsidi.
"Dengan bebasnya pelaku pelangsir kendaraan roda dua (MOGE) dalam mengisi kendaraannya sendiri dan langsung mengambil Nosel di SPBU 24.341.70, diduga kuat ada keterlibatan dan kerja sama dengan petugas SPBU," tegas Irawan, Minggu (23/2/2025). "Karena pada saat melangsir petugas operator SPBU ada di tempat dan terkesan sangat santainya, mengambil uang dari oknum pelangsir, yang diduga berlangsungnya pelangsir yang dilakukan oleh para mafia-mafia penguras BBM."
Irawan menegaskan, "Lembaga Barak NKRI, menegaskan kepada Aparat Penegak Hukum (APH) Polres Tulang Bawang (TIPIDTER) untuk menindak tegas para mafia mafia minyak Pertalite bersubsidi. Jangan sampai ada asumsi dugaan masyarakat kabupaten tulang bawang, bahwa Tipidter Polres Tulang Bawang mendapatkan upeti dari pihak SPBU dan kepada Persero Pertamina untuk memproses SPBU No Seri : 24.346.139, dengan sengaja membiarkan oknum mafia minyak memakai motor (MOGE) dengan bebas mengecor dan melangsir di SPBU tersebut."
Irawan juga mengutip beberapa pasal dalam Undang-undang Migas dan UU Minyak dan Gas Bumi yang mengatur tentang pelanggaran distribusi BBM subsidi, di antaranya:
- Undang-undang Migas Pasal 18 ayat (2) dan (3) Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak (“Perpres 191/2014”)
- Badan Usaha dan/atau masyarakat dilarang melakukan penimbunan dan/atau penyimpanan serta penggunaan Jenis BBM Tertentu yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Badan Usaha dan/atau masyarakat yang melakukan pelanggaran atas ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Pasal 53 jo. Pasal 23 ayat (2) huruf C Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (“UU22/2001”)
- Setiap orang yang melakukan pengolahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 tanpa Izin Usaha Pengolahan dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling tinggi Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).
- Pengangkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 tanpa Izin Usaha Pengangkutan dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling tinggi Rp40.000.000.000,00 (empat puluh miliar rupiah).
"Kami mendesak APH untuk segera menyelidiki kasus ini dan menindak tegas para pelaku," tegas Irawan. "Mafia minyak tak boleh berkeliaran bebas dan merugikan masyarakat."
Redaksi: MitraTribrataNews.my.id
Pewarta: ANDR
0 Komentar