MitraTribrataNews.my.id -Garut - Dugaan ketidaktransparanan dan ketidakjelasan dalam pengelolaan Dana Desa di Desa Bojong, Kecamatan Banjarwangi, Kabupaten Garut, kembali mencuat. Dugaan perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) Tahun Anggaran 2024 tanpa melalui mekanisme musyawarah desa menimbulkan pertanyaan besar terkait transparansi dan akuntabilitas pengelolaan dana desa di wilayah tersebut. Warga pun mengeluhkan kekecewaan mereka terkait ketidakjelasan informasi dan pelaksanaan program.
Informasi yang diperoleh tim Bidik Hukum menunjukkan bahwa beberapa anggaran kegiatan yang belum terealisasi dalam APBDes Desa Bojong Tahun Anggaran 2024 diduga dialihkan tanpa melalui musyawarah desa. Beberapa kegiatan yang dimaksud antara lain:
Pembangunan PAUD di Kampung Sawah Pojok RT 03 RW 02 Dusun 1 senilai Rp 40 juta.
Pembangunan SPAL di Kampung Sawah Pojok RT 03 RW 02 Dusun 1 senilai Rp 70 juta.
Pembangunan RUTILAHU di kampung Ciputat RT 04 RW 02 Dusun 1 senilai Rp 20 juta.
Insentif RT dan RW yang belum dibayarkan.
Saat dimintai klarifikasi, Kepala Desa Bojong, Jalaluddin, S.H.I., menyatakan bahwa perubahan anggaran dilakukan untuk menyesuaikan kebutuhan prioritas. "Pembangunan PAUD di Kampung Sawah Pojok RT 03 RW 02 Dusun 1 dialihkan untuk rehabilitasi Madrasah Nurul Ikhsan di Ciputat RT 04 RW 02 Dusun 1 dengan anggaran Rp 40 juta. Sementara, pembangunan SPAL di Kampung Sawah Pojok RT 03 RW 02 Dusun 1 dialihkan ke Kampung Ciputat RT 04 RW 02 Dusun 1 sepanjang 120 meter dengan anggaran Rp 70 juta. Pembangunan RUTILAHU di Ciputat RT 04 RW 02 Dusun 1 tertunda karena kendala cuaca dan ketidakhadiran Keluarga Penerima Manfaat (KPM) yang kini berada di Jakarta," ujarnya.
Terkait insentif RT dan RW yang belum dibayarkan, Jalaluddin mengakui keterlambatan tersebut dan berjanji akan menyelesaikannya. "Insentif akan dibayarkan minggu ini," tuturnya dengan nada santai.
Namun, pernyataan Kepala Desa mendapat respons berbeda dari berbagai pihak. Ketua BPD Desa Bojong, Muhiban, belum memberikan tanggapan meskipun telah dihubungi. Sementara itu, salah satu anggota BPD, Ali, mengaku mengetahui adanya pembangunan SPAL di Ciputat RT 04 RW 02 Dusun 1 sepanjang 70 meter dengan anggaran Rp 70 juta, untuk pembangunan madrasah baru rencana karena belum ada. Dan pembangunan RUTILAHU belum direalisasikan. Selanjutnya untuk insentif RT RW belum dibayarkan. Akan tetapi tidak mengetahui musyawarah terkait perubahan kegiatan tersebut.
Pendamping Desa, Encep, juga memberikan catatan berbeda. Ia mengungkapkan bahwa pembangunan SPAL di Ciputat hanya sepanjang 30 meter, bukan 70 meter, dan hingga kini belum ada rehabilitasi madrasah di lokasi tersebut. "Informasi dari warga menyebutkan pembangunan madrasah malah dialihkan menjadi pembelian rumah," katanya.
Beberapa RT yang enggan disebutkan identitasnya mengaku belum menerima insentif selama 4-5 bulan terakhir. Mereka menyayangkan kurangnya transparansi pemerintah desa dalam pengelolaan Dana Desa.
Kasus ini menunjukkan perlunya pengawasan ketat terhadap pengelolaan Dana Desa. Sesuai Pasal 68 ayat (1) huruf (a) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, masyarakat berhak meminta informasi terkait penyelenggaraan pemerintahan desa, termasuk penggunaan anggaran. Pengawasan yang efektif diharapkan dapat memastikan pengelolaan Dana Desa berjalan sesuai peraturan dan benar-benar memberikan manfaat nyata bagi masyarakat.
Kejadian ini menjadi pengingat bagi semua pihak terkait untuk mengambil langkah tegas guna mencegah terulangnya peristiwa serupa. Penegakan aturan yang jelas dan pengawasan yang lebih ketat diharapkan dapat menjamin pelaksanaan proyek pemerintah berjalan sesuai regulasi.
Langkah konkret seperti peningkatan transparansi,
PEWARTA ( ASB )
0 Komentar