MitraTribrataNews.my.id -Semarang - Polisi sedang menyelidiki dugaan penggelapan uang perusahaan milik Yayasan Rumpun Diponegoro yang dilakukan oleh mantan Direktur Utama PT Rumpun Sari Antan (PT RSA) berinisial ‘A’. Dugaan penggelapan ini terkait dengan penjualan lahan SHGU seluas 717 Ha di Desa Carui Kecamatan Cipari Kabupaten Cilacap yang dilakukan tanpa izin pemegang saham.
Penjualan lahan tersebut dilakukan oleh ‘A’ dengan mengatasnamakan PT Tjandi Tunggal Wedari. Akibat tindakan tersebut, negara dirugikan senilai Rp 237 milyar dan perusahaan mengalami kerugian yang signifikan. Hal ini terungkap setelah ‘A’ mengajukan gugatan perdata terhadap Pembina Yayasan, PT RSA dan PT. Rumpun di Pengadilan Negeri Semarang.
Dugaan penggelapan ini muncul setelah Direktur PT Rumpun, Muttaqin, dan Direktur PT RSA, Isdianarto Aji, mengungkapkan bahwa ‘A’ telah mengalikan dana penjualan lahan tersebut ke rekening yang bukan milik perusahaan. Tindakan ini mengakibatkan perusahaan tidak dapat beroperasi karena mendapat sanksi dari Kantor Pajak berupa pemblokiran rekening perusahaan dan pemblokiran Administrasi Hukum Umum (AHU) sebagai akibat adanya tunggakan pajak sebesar Rp 10 milyar.
"Sebagai langkah lanjutan, ‘A’ diadukan ke Polda Jawa Tengah atas dugaan penggelapan uang perusahaan yang saat ini akan naik ke tahap penyidikan," ujar Muttaqin.
Selain itu, terdapat dugaan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang yang sedang dalam proses penyelidikan oleh Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah.
Kasus ini menunjukkan bahwa mafia tanah masih berkeliaran dan merugikan negara. "Kasus ini satu dari sekian banyak kasus mafia tanah yang merongrong kedaulatan negara, sehingga perlu adanya pengawalan secara penuh dari seluruh elemen masyarakat, untuk secara bersama - sama melawan dan melaporkan praktik mafia tanah yang kerap memanfaatkan celah hukum dalam upaya menguasai aset strategis negara untuk kepentingan pribadi," ungkap Muttaqin.
Pihak Rumpun berharap masyarakat dan media ikut mengawal dengan memantau perkembangan persidangan di PN Semarang. Mereka juga mengingatkan agar hakim bisa memutuskan perkara ini dengan seadil-adilnya.
"Jangan terkecoh pada kasus pemberhentian jabaran Dirut yang dianggap semena-mena, namun apa dibalik pemberhentian agar diketahui publik," ujar Muttaqin.
PEWARTA AXM
REDAKSI MitraTribrataNews.my.id
0 Komentar