Sukoharjo - Suasana hening menyelimuti Jalan KH Samanhudi, Sukoharjo, pada Sabtu (1/3/2025). Deretan warung makan, tempat penitipan sepeda motor, hingga laundry tutup. Hanya beberapa kios buah yang masih membuka lapak dagangan. Di pinggir jalan itu, kini tak lagi dijumpai para karyawan berseragam warna biru langit yang berjalan kaki. Pemandangan ini kerap terlihat saat pagi hari dan sore hari, tatkala ribuan karyawan berangkat dan pulang kerja.
Hari ini menjadi hari pertama berhentinya operasional PT Sri Rejeki Isman (Sritex) Tbk yang berdiri sejak 58 tahun silam. Raksasa tekstil di Tanah Air ini berhenti operasional setelah ditetapkan pailit dan hasil diskusi antara tim kurator dengan debitur soal skema going concern atau keberlangsungan usaha ditolak.
Imbasnya, seluruh karyawan Sritex terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) per 26 Februari 2025. Opsi PHK karyawan berdampak pada aspek sosial ekonomi khususnya di lingkungan sekitar pabrik Sritex di Sukoharjo.
"Sejak Sritex tutup, suasana di sini jadi sepi," ujar [Nama Warga], pedagang buah di pinggir Jalan KH Samanhudi. "Banyak warung makan dan tempat penitipan motor yang tutup karena sepi pembeli. Karyawan Sritex kan pelanggan utama mereka."
Penutupan Sritex juga berdampak pada kehidupan sosial masyarakat di sekitar pabrik. "Banyak warga yang kehilangan mata pencaharian karena terkena PHK," ungkap [Nama Warga Lainnya]. "Mereka harus mencari pekerjaan baru dan itu tidak mudah."
Pemerintah daerah diharapkan dapat memberikan bantuan kepada para karyawan Sritex yang terkena PHK. "Bantuan bisa berupa pelatihan keterampilan, bantuan modal usaha, atau program perlindungan sosial," ujar [Nama Tokoh Masyarakat]. "Ini penting untuk mengurangi dampak negatif dari penutupan Sritex terhadap masyarakat."
Penutupan Sritex merupakan kehilangan besar bagi ekonomi Sukoharjo dan Indonesia. Pabrik ini merupakan salah satu penggerak ekonomi di daerah tersebut dan memberikan kontribusi besar terhadap industri tekstil nasional.
Redaksi: MitraTribrataNews.my.id
Pewarta: ALM
0 Komentar