Forbina Desak PT PEMA Ambil Alih Pengelolaan Kawasan Ekosistem Leuser, Tolak Monopoli Bisnis Karbon yang Abaikan Kedaulatan Aceh


Banda Aceh, Kamis (22 Mei 2025) - Forum Bangun Investasi Aceh (Forbina) mendesak PT Pembangunan Aceh (PEMA) untuk mengambil alih sepenuhnya pengelolaan Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) seluas lebih dari 1,8 juta hektare.  Direktur Eksekutif Forbina, Muhammad Nur, menilai pengelolaan KEL saat ini lebih banyak dikendalikan oleh lembaga konservasi dan entitas asing melalui skema bisnis karbon yang dinilai tidak transparan dan mengabaikan kedaulatan daerah.

 

"Leuser itu milik Aceh. Sesuai UUPA Pasal 150, Pemerintah Aceh punya wewenang atas hutannya. Jangan hanya diberi jatah 100 ribu hektare dalam skema kerja sama. Ini pengerdilan peran Pemerintah Aceh, sekaligus bentuk penipuan publik dengan isu karbon,” tegas Muhammad Nur.

 

Forbina juga menyoroti proyek Result Based Payment (RBP) REDD+ yang mengalokasikan dana USD 1,7 juta untuk Aceh, namun tidak dikelola langsung oleh Pemerintah Provinsi Aceh, melainkan melalui Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) di bawah Kementerian Keuangan.  Dana tersebut harus melalui Lembaga Perantara (Lemtara) yang diakui BPDLH.  "Dana itu tidak bisa langsung diakses oleh pemerintah daerah.  Ada 28 Lemtara yang sudah terdaftar secara resmi, dan salah satunya yang berhasil mendapatkan akses dana tersebut adalah Yayasan PETAI," ungkap Muhammad Nur.  Ia mempertanyakan mekanisme distribusi dan akuntabilitas dana tersebut, serta menekankan potensi hilangnya manfaat karbon bagi masyarakat Aceh.

 

Forbina mendesak Pemerintah Aceh membangun arsitektur tata kelola hutan yang berdaulat dan berbasis daerah, dengan BUMD kabupaten sebagai aktor utama dalam bisnis jasa lingkungan.  Forbina juga menyoroti konflik kepentingan pada beberapa lembaga konservasi yang terlibat dalam konservasi dan transaksi karbon.

 

"Sudah saatnya seluruh kerja sama yang berkaitan dengan Leuser diaudit secara menyeluruh. Jika terbukti tidak berpihak pada kepentingan rakyat Aceh, lebih baik dibatalkan," tegas Muhammad Nur.  Forbina mendukung PT PEMA untuk memimpin sektor jasa lingkungan, namun mengingatkan agar PEMA tidak menjadi alat kepentingan elit atau pihak asing.  "Kalau PEMA serius, jangan hanya kelola 100 ribu hektare. Ambil alih seluruh kawasan 1,8 juta hektare demi kesejahteraan rakyat Aceh," ujarnya.

 

Forbina juga menyoroti besarnya dana yang telah digelontorkan untuk konservasi (Rp201,2 miliar pada 2023, termasuk APBN, donasi, dan alokasi dari BPJN Aceh) namun minim dampak bagi masyarakat,  terbukti dengan masih terjadinya konflik satwa seperti kematian gajah.  "Akhiri monopoli konservasi atas nama hutan Aceh. Leuser adalah milik rakyat Aceh, bukan milik segelintir elit karbon," pungkas Muhammad Nur.

 

Forbina menyambut baik Surat Edaran Nomor SE.4/MENHUT/SETJEN/KUM.02/05/2025 tentang penundaan sementara pelaksanaan pasar karbon berbasis sektor kehutanan.  Keputusan ini dinilai memberi ruang untuk evaluasi menyeluruh dan perancangan ulang tata kelola yang lebih adil, transparan, dan berpihak kepada daerah serta masyarakat lokal.

 

Redaksi: MitraTribrataNews.my.id

 

Pewarta: Alfian

0 Komentar

Posting Komentar