Semarang, Rabu 14 Mei 2025 — Banjir kembali menenggelamkan Kaligawe, Semarang, dan yang lebih tragis: negara kembali absen. Wilayah vital ini lumpuh total sejak dini hari, tergenang banjir setinggi 50–80 cm. Jalan nasional yang menjadi nadi logistik Jawa Tengah tak bisa dilewati. Truk-truk terjebak, bahkan beberapa kendaraan besar terguling akibat jalanan licin dan tak terlihat.
Peristiwa truk terguling di tengah genangan bukan hanya soal kecelakaan—itu adalah simbol dari kegagalan tata kelola wilayah dan ketidakpedulian pemerintah terhadap keselamatan warga. Akses yang semestinya disiapkan sebagai jalur utama kini berubah menjadi perangkap maut.
Tak hanya pengguna jalan yang jadi korban. Ribuan buruh dan pekerja di kawasan industri Kaligawe tak bisa masuk kerja. Banyak dari mereka sudah menerima ancaman pemotongan upah, bahkan status kerja mereka terancam karena absensi yang tak bisa mereka hindari. Dalam kondisi ini, tak ada skema perlindungan, tak ada tanggap darurat dari pemerintah.
Banjir Kaligawe bukan bencana alam. Ini bencana kebijakan.
Tiap tahun masalah ini berulang. Tiap tahun pula rakyat hanya diberi janji. Drainase yang tak kunjung dibenahi, sungai yang terus meluap, dan pembangunan jalan yang tak terencana membuat wilayah ini menjadi langganan genangan. Tapi pemerintah tetap memilih diam.
Pertanyaannya jelas: siapa yang akan bertanggung jawab?
Ketika truk terguling, buruh kehilangan pekerjaan, dan ekonomi lokal lumpuh, siapa yang akan bicara atas nama rakyat Kaligawe?
Warga Kaligawe sudah lelah menunggu. Mereka tak butuh kunjungan formal dan foto pencitraan di tengah genangan. Mereka menuntut tindakan konkret dan jaminan bahwa hidup mereka tidak terus-menerus dihantui banjir dan pengabaian.
Kaligawe bukan sekadar wilayah terendam, ini simbol kegagalan negara hadir untuk rakyatnya.
Kaligawe banjir, truk terguling, buruh terancam, pemerintah ke mana?
Pewarta : AM
0 Komentar