Jakarta, 2 Mei 2025 — Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia menetapkan sebuah tonggak penting dalam perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan berekspresi di Indonesia melalui Putusan Nomor [nomor putusan jika tersedia]. Dalam putusan tersebut, Mahkamah menyatakan bahwa ketentuan Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), sebagaimana telah diubah dengan UU No. 19 Tahun 2016, tidak dapat diberlakukan terhadap institusi, lembaga, atau kelompok masyarakat, melainkan hanya terhadap perorangan.
Putusan ini menegaskan bahwa frasa “setiap orang” yang termuat dalam pasal tersebut hanya berlaku dalam konteks perlindungan terhadap kehormatan dan nama baik individu, sebagaimana dimaknai dalam sistem hukum pidana nasional. Dengan demikian, lembaga negara, badan hukum, instansi pemerintahan, maupun organisasi sosial tidak dapat lagi menggunakan pasal tersebut sebagai dasar pelaporan dalam dugaan pencemaran nama baik.
Memperkuat Prinsip Demokrasi dan Akuntabilitas Publik
Putusan MK ini sekaligus menanggapi kekhawatiran luas dari masyarakat sipil, jurnalis, dan pegiat demokrasi yang selama ini melihat potensi penyalahgunaan pasal pencemaran nama baik untuk membungkam kritik publik terhadap institusi atau badan negara. Dengan pembatasan subjek hukum yang dapat menggunakan pasal ini, Mahkamah menegaskan pentingnya membuka ruang diskursus publik yang sehat dan akuntabel, tanpa ancaman kriminalisasi terhadap ekspresi atau kritik yang ditujukan kepada institusi.
“Pencemaran nama baik merupakan delik yang menyangkut harkat dan martabat pribadi. Lembaga tidak memiliki kehormatan pribadi dalam konteks hukum pidana yang dapat dilanggar,” demikian antara lain pertimbangan Mahkamah dalam amar putusannya.
Dampak Strategis terhadap Penegakan Hukum dan Kebebasan Berekspresi
Dengan keputusan ini, penegakan hukum atas pencemaran nama baik berbasis UU ITE diharapkan menjadi lebih proporsional, berkeadilan, dan tidak lagi digunakan sebagai alat pembungkaman kritik publik terhadap institusi negara. Mahkamah turut menegaskan bahwa pengaturan mengenai delik pencemaran nama baik tetap berlaku terhadap individu, dengan tetap memperhatikan asas praduga tak bersalah dan prinsip kehati-hatian dalam penegakannya.
Ke depan, putusan ini menjadi pijakan penting dalam upaya perbaikan regulasi digital, penyempurnaan UU ITE, serta penguatan ekosistem demokrasi yang menjamin kebebasan berpendapat, berekspresi, dan memperoleh informasi.
Pewarta : Rizky Andrian
0 Komentar