YARA Gugat Kemendagri ke Komisi Informasi Pusat, Pertanyakan Transparansi Keputusan Terkait Aceh


Banda Aceh, 23 Mei 2025 – Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA) resmi menggugat Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) ke Komisi Informasi Pusat (KIP) terkait penolakan pemberian dokumen publik. Gugatan ini menyangkut Keputusan Mendagri Nomor 100.1.1-6117 Tahun 2022 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode, Data Wilayah Administrasi Pemerintah.


KIP telah menjadwalkan sidang sengketa informasi tersebut pada Selasa, 27 Mei 2025, sebagaimana tercantum dalam surat panggilan sidang Nomor 151/V/KIP-RLS/2025.


“Kami telah menerima surat panggilan dari KIP. Persidangan atas sengketa informasi yang kami ajukan akan digelar minggu depan,” ujar Ketua YARA, Safaruddin, Jumat (23/5).


YARA sebelumnya mengajukan permohonan informasi kepada Kemendagri pada 9 November 2023. Dalam permohonannya, YARA meminta salinan dokumen hasil konsultasi dan pertimbangan Gubernur Aceh terkait keputusan tersebut. Namun, tidak ada tanggapan dari pihak Kemendagri.


Sesuai Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, jika badan publik tidak merespons dalam waktu 10 hari kerja (dapat diperpanjang 7 hari), maka pemohon dapat mengajukan keberatan. YARA kemudian mengirimkan surat keberatan pada 27 November 2023, namun kembali tidak mendapat tanggapan. Akhirnya, pada Januari 2024, YARA mengajukan sengketa informasi ke Komisi Informasi Pusat di Jakarta.


“Kami sudah menempuh semua langkah sesuai UU KIP, mulai dari permohonan hingga keberatan, namun tidak ditanggapi. Karena sengketa ini melibatkan badan publik pusat, kami ajukan ke KIP di Jakarta. Alhamdulillah, sidangnya akan dimulai minggu depan,” jelas Safaruddin.


Ia menegaskan, dokumen yang diminta penting untuk diketahui publik karena menyangkut kewenangan Pemerintah Aceh sebagaimana diatur dalam Pasal 8 UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.


“Dalam pasal itu ditegaskan, setiap kebijakan administratif yang menyangkut langsung Pemerintahan Aceh harus melalui konsultasi dan pertimbangan Gubernur. Tapi kenyataannya, banyak kebijakan tidak mengikuti ketentuan ini. Salah satunya adalah keputusan Mendagri tersebut yang kami nilai merugikan Aceh,” tutup Safaruddin.



Pewarta : Alfian

0 Komentar

Posting Komentar