SAMOSIR, MitraTribrataNews.my.id – Danau Toba kembali mencatat sejarah. Festival Penulis Danau Toba 2025 sukses menutup edisi ketiganya pada 11–13 September dengan gemerlap sastra, budaya, dan harmoni alam. Tidak hanya menjadi ruang pertemuan penulis Indonesia dan internasional, festival ini juga berhasil meneguhkan Danau Toba sebagai destinasi literasi dunia.
Pengakuan prestisius datang dari UN Tourism yang menyebut festival ini sebagai “inisiatif yang benar-benar menginspirasi.” Lebih jauh lagi, Festival Penulis Danau Toba resmi diterima sebagai anggota Asosiasi Festival Sastra Global—sebuah tonggak penting yang menempatkan Toba sejajar dengan festival sastra bergengsi dunia seperti di Hay-on-Wye (Inggris) dan Jaipur (India).
Inspirasi dari Danau Toba untuk Dunia
Sorotan utama festival adalah peluncuran karya epik “The Ballad of Lake Toba” oleh penyair India, Amol Titus, yang selama 15 tahun terakhir menjadikan Danau Toba sebagai sumber inspirasi kreatifnya. Karya itu tak hanya merayakan keindahan alam, tetapi juga mengangkat isu-isu lingkungan, sosial, hingga budaya Batak.
“Danau Toba bagi saya adalah ibu danau—memberi kebahagiaan, pembelajaran, bahkan kekuatan di saat krisis pribadi,” ungkap Amol. Karya ini semakin hidup ketika ditampilkan dalam kolaborasi tari oleh Thomson Hutasoit dan penari dari Siantar, serta direncanakan untuk dipentaskan dalam event internasional UTMB ‘Trail of the Kings’ Oktober 2025 di Samosir yang diprediksi menyedot ratusan wisatawan dunia.
Menjaga Bahasa, Merawat Budaya
Festival ini juga menegaskan komitmennya pada pelestarian bahasa dan budaya Batak. Saut Poltak Tambunan, penulis senior, menekankan bahwa festival ini bukan sekadar ajang literasi, tetapi gerakan kolektif untuk membangkitkan bahasa Batak Pakpak hingga Angkola. Buku-buku karya peserta rutin disumbangkan ke sekolah dan perpustakaan, mengakar langsung ke masyarakat.
Gubernur Sumatera Utara, M. Bobby Afif Nasution, dalam sambutannya menegaskan:
“Festival ini bukan hanya tentang sastra, tapi juga tentang menjaga Danau Toba sebagai Warisan Dunia UNESCO Global Geopark. Literasi harus kita jadikan gaya hidup, pilar menuju Sumut yang unggul, maju, dan berkelanjutan.”
Momentum UNESCO Green Card
Pada 13 September, festival juga menjadi tuan rumah perayaan prestisius Kaldera Toba UNESCO Global Geopark yang baru saja meraih penghargaan “green card” dari UNESCO. Azizul Kholis, General Manager Kaldera Toba, menyebut festival sebagai ruang penting untuk mendokumentasikan keanekaragaman budaya, termasuk tradisi kuno Parmalim, serta mengangkat reputasi Toba di kancah global.
Kehormatan untuk Sang Pendiri
Momen emosional hadir saat Amol Titus dianugerahi gelar adat “Batara Guru Panaosoi” sebagai bentuk penghormatan atas dedikasinya pada literasi, budaya Batak, dan pelestarian Danau Toba. “Pengakuan simbolis ini membuktikan bahwa Toba adalah pusat budaya dunia, bukan sekadar destinasi wisata,” ujar Thomson Hutasoit.
Dampak Ekonomi dan Sosial
Tak hanya menyuguhkan karya sastra kelas dunia, festival ini juga menjadi penggerak ekonomi lokal. Masyarakat desa mendapat peluang menjual kuliner khas Batak dan kerajinan tangan, sementara para penari muda tampil memukau dengan kebanggaan budaya mereka.
Menuju Festival 2026
Festival Penulis Danau Toba 2025 resmi ditutup dengan janji besar: akan kembali pada September 2026. Sebelum itu, berbagai acara satelit akan digelar di seluruh wilayah Sumatera Utara untuk menjaga api literasi tetap menyala. Informasi lebih lanjut tersedia di www.LakeTobaWritersFestival.com.
✨ Festival ini bukan hanya agenda literasi, tetapi juga magnet wisata budaya dan ekologi. Dengan dukungan penuh pemerintah dan pengakuan dunia, Danau Toba kini meneguhkan diri sebagai pusat peradaban literasi global—sebuah alasan kuat bagi wisatawan dan pecinta sastra dunia untuk datang, merasakan keindahan, dan membawa pulang inspirasi dari Tanah Batak.
Pewarta : Harapan Sitohang



0 Komentar